Wednesday, June 23, 2021

Di Balik Layar Sintas (alias YA Romance Pertama)


Makin lama makin nggak punya tenaga dan waktu buat ngewarnain ilustrasi, haha. Nggak apa-apa, lah. Lagi pula, line illustration lagi naik daun (pun intended).

Mengerjakan novel Sintas rasanya seperti merenovasi rumah berumur seratus tahun. Maksudnya, karena naskah ini saya tulis sejak masih jadi mahasiswi dan naskah finalnya pun selesai di tahun 2018 sebelum akhirnya terbit di 2021, saya merombak lebih banyak dari yang diperkirakan. Kalau lihat di HGTV, make over rumah tahun 1920-an setidaknya punya dua goal: 1) mempertahankan keunikan arsitektur aslinya yang tak bisa ditemukan lagi di zaman modern seperti ini dan 2) mengganti semua yang tak berfungsi, kuno, dan berbahaya untuk menghilangkan kesan angker. Sering ditemukan rumah bersejarah yang estetis, tapi ketika dibedah... ya ada abses lah, kayu lapuk lah, pipa bocor lah, kaca patri nggak kezamanan lah, dapur sempit lah, dan masih banyak lagi. Jadi, bagaimana dengan naskah Sintas 2018 yang kemudian saya revisi di tahun 2021 awal?

Sama. Bedanya saya cuma punya tenggat satu minggu.

Sebelum ke situ (dan semoga kamu juga sudah baca "prelude"-nya), saya pengin cerita dari awal. Pernah berkunjung ke blog ini sebelumnya? Mungkin kamu ingat dengan postingan SRT dan Situ Ciburuy (JANGAN dicari atau kamu menyesal). Kalau nggak salah itu draf kedua, saat saya mencoba mengganti nama male lead sebelum akhirnya stuck di nama pertama. Jauh, jauh sebelum itu, saya sudah mengetik draf paling mentahnya berbekal semangat dari terbitnya 28 Detik, KRS semester enam, buku laporan kuliah lapangan, dan tentunya apa yang saya rasakan selama mengontrak mata kuliah Ekologi Umum.

Ekum is something else. Saya nggak akan bicara banyak karena sudah saya tulis di ucapan terima kasih dan terselip di antara ceritanya sendiri. Namun ya, karena something else itu ia layak menjadi inspirasi besar untuk proyek menulis di luar zona nyaman saya, romance. Sebetulnya nggak di luar-luar amat, sih, karena sebelumnya saya juga pernah menulis cecintaan. Namun bukan novel. Jika belum tahu, saya ini orangnya getekan banget sama yang giung geli-geli keju kayak kisah cinta, dan menulis novel adalah perjalanan panjang, jadi selain apakah saya bisa tahan dengan ide "romance" itu sendiri, bisakah saya juga menyuguhkan romance yang bisa diterima pecinta genre ini?

Nonetheless, I very much enjoyed the process!

Saya (kedua dari kiri) dan teman-teman sekelas di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, hari terakhir kulap besar Ekum

Kayaknya keadaan jatuh cinta juga membantu. Meski ya, bukan karena cinlok kulap (baca: mitos yang sangat terkenal di kalangan pengontrak matkul Ekum--cinta lokasi saat kuliah lapangannya). Berhubung draf awal ditulis saat kuliah dan di waktu itulah saya mengalami drama pertama (dan terakhir), saya yakin perasaan-perasaan yang memenuhi saya kala itu turut andil dalam peramuan konfliknya. Penentuan latar dan materi kuliah di novel ini saya ambil pula dari laporan kelompok saya. Satu lagi, nama-nama tokoh baik yang utama maupun yang berseliweran saya catut dari orang-orang aslinya. Menyambung pengandaian renovasi rumah lawas tadi, semua kenangan yang disebutkan di draf awal ibaratnya ciri khas menarik dari arsitektur rumah itu, sehingga ketika saya coba menggantinya di draf selanjutnya, vibe itu hilang. Maka, saya membiarkannya meski tetap mengganti sudut pandang dan alur.

Kenapa diganti?

Ketika menggunakan POV 1, suara Savitri terlalu fokus pada Jo dan mengabaikan Sutan sampai ke tahap nggak respek. Ini jelas jauh melenceng dari niat saya menyampaikan kisah Savitri karena tokoh utamanya saja sulit membuat simpati. "Lapisan" perhatian antara Jo-Savitri-Sutan juga nggak kentara karena pembaca digiring ke perspektif yang terlalu subjektif. Maka, POV 3 terbatas dipilih untuk menciptakan jarak itu, sekaligus memberi saya waktu untuk mematangkan tiap tokohnya.

Alur pun demikian. Alur progresif kurang bekerja untuk cerita dengan beragam latar seperti ini. Saat saya menulis draf pertama, saya ingin cepat-cepat menulis tentang Baluran. Sialnya, saya masih harus melalui observasi kelompok Savitri di Bandung dulu, dan itu nggak cuma satu, tapi tiga tempat. Untuk itu, saya buat outline baru dengan timeline campuran; Baluran flashforward, Bandung flashback. Setidaknya sampai di draf akhir, objectives saya memberikan vibe petualang (?), Biologi, serta cecintaan yang manisnya sesuai dengan mood temanya lebih tercapai. Hasil rombakan final inilah yang saya kirimkan.

Kemudian, pandemi menyerang.

Sepanjang 2020, perasaan saya pada naskah ini seolah digantung. Saya bahkan sempat desperate (syukurnya editor saya sabar dan baik) sampai berpikir kalau kemungkinan terburuk datang, seenggaknya saya punya Wattpad haha. Namun saya coba mengalihkannya dengan menulis Menanti Mentari dan berdoa terus. Sampai akhirnya, saya dapat juga catatan revisi di awal tahun ini.

Sebetulnya ada lagi yang bikin saya waswas, yaitu unsur kejadian nyata dan orang-orang sungguhan yang membuat Sintas agak-agak roman à clef. Namun daripada saya kehilangan esensinya, saya anggap saja yang saya tulis ketika itu sebagai bentuk penghargaan kepada orang-orang yang sudah membantu saya selama Ekum, plus jadi rekam jejak hasil kerja keras kami haha.

Nah, sampai juga kita di bagian "tenggat satu minggu". Hm, kayaknya ini harus dibikin terpisah.

KRONOLOGI REVISI DAN PEMUTAKHIRAN KONTEN DALAM NASKAH SINTAS

Tenggat yang diberikan editor untuk merevisi awalnya dari Selasa sampai Jumat. Yap, tiga hari. Saya tawar sampai Sabtu, dan disetujui. Yang harus saya rombak: ending, biar lebih masuk akal dan diterima. Namun setelah saya baca ulang, ternyata ada lebih banyak hal yang mau saya perbaharui. Jadi, saya nego lagi biar dikirim Sabtu agak malaman, dan alhamdulillah akhirnya justru sampai Senin saja.

Pekerjaan mengurus kereyotan, kebocoran, dan abses dimulai. Tiga hari pertama saya habiskan untuk menyusun ulang beberapa kalimat. Selama 2020 kemarin saya berkesempatan mengikuti beberapa kelas menulis, dan dari situ perlakuan saya akan kata-kata dan kalimat sedikit berubah. Sehingga, ketika saya melihat lagi cara saya menulis di tahun 2018, saya jadi gemas sendiri sampai tanya ke diri saya di masa lalu, "Lo ngapain ajaaa?" Banyak kalimat yang bagi saya kurang jelas, kurang impact, dan telling di saat saya seharusnya membuatnya jadi showing. Sesungguhnya, ini yang paling banyak memakan waktu revisi. Namun saya harap hasilnya bisa terlihat dan sepadan.

Setelah itu, baru saya pikirkan ending-nya. Saya pengin cerita ini punya akhir yang realistis, jadi HEA (Happily Ever After) nggak masuk hitungan menurut saya kala itu. Cukup lama saya merenung dan coba merelakan ending awal yang saya inginkan, sampai akhirnya saya dapat solusinya: HFN, Happy For Now. Tipe ending yang bisa saya dan selera pembaca kompromikan, semoga :D

Sampai situ sudah? Belum. Ada satu hal lagi yang saya ubah, yaitu keterbaruan informasi. Tidbits seperti harga tiket masuk, budaya mahasiswa, sampai detail sensitif semacam perkataan yang menjurus ke shaming menjadi perhatian saya selanjutnya. Di naskah ini saya memasukkan referensi budaya pop terutama serial TV, dan yang sedang hype sekarang jelas berbeda dengan yang saya ikuti dulu. Karenanya saya "menciptakan" judul serial TV sendiri yang terinspirasi dari serial aslinya, biar nggak kelihatan jadul :P Selain judul, ada juga satu produk fiktif, tapi selebihnya saya pakai metonimia.

Cukupkah seminggu untuk itu semua? Tentu tidak haha. Meski saya juga sudah memeriksa final proof sampai mencatat semua saltik dan kurangnya spasi, tetap saja di buku cetak saya temukan lagi ^^" saya ingat kepala sampai pusing, badan rasanya panas efek begadang, telinga disumbat playlist itu-itu aja biar fokus. Banyak yang masih tertinggal, apalagi di tahun 2018 saya lebih banyak nggak tahunya daripada sekarang, tapi insya Allah saya percaya sudah melakukan yang terbaik dalam rentang waktu tujuh hari itu. Tenang, bukan cuma kamu yang merasa kalau ada yang kurang haha, karena sebelum itu pun saya mencatat mana yang bisa saya tingkatkan lagi.

Pada akhirnya, despite the tight deadline and the stress it produced, saya yakin saya sudah menuliskannya dengan jujur dan segenap hati. Menurut saya. Hehe. And I hope it delivers well.

Progres revisi (ki-ka) dari draf pertama, draf yang diserahkan ke penerbit, dan finalnya. Pernah diposting di InstaStory saya sekalian sama coret-coretannya.

Judul
Sebelum tahu "sintas" padanan dari kata "survive" yang sering merujuk pada kejadian medis, saya mendapati kata itu pertama kali dari (tentunya) mata kuliah Ekum, di salah satu pertemuannya. Materinya kurang lebih seperti di sini. Saya langsung tertarik--kesannya tangguh. Dan memang bukan saya saja yang berpendapat demikian, karena saya turut menemukan banyak karya yang berjudul ini. Entah itu lagu, puisi, social project, dan lain-lain. Setelah Un Treno Per Non So yang sepanjang kereta, sudah saatnya saya memberi tajuk karya selanjutnya cukup satu kata.

Kover/Sampul
Rencananya, saya bakal bahas ini di postingan lain biar lebih lengkap :D (N.B. Sudah tayang!)

Karakter
Seperti contoh revisian tadi, saya juga memposting tentang tokoh-tokoh utama di InstaStory (bisa dicek lagi di highlight Book #3 IG @inziati, ya). Nama Savitri, Sutan, dan Jo diambil dari orang sungguhan, begitu juga nama-nama asprak dan segelintir teman sekelas Savitri. Pak Syah terinspirasi dosen Ekum saya. Funny (?) thing is, dari semua tokoh di Sintas, nggak ada yang kayak saya haha.

Savitri

Setengah disengaja setengah tidak, sebetulnya beberapa female lead di cerita-cerita saya punya kesamaan: academically achieved. Rohan (28 Detik) dan Alita (UTPNS) contoh dari anak SMA, Reiya (Menanti Mentari) untuk versi lulus kuliah, dan di sini, Savitri-lah perwujudan anak kuliahan yang ambis. Walau begitu, penyebab mereka mengejar pendidikan berbeda-beda, dan sesungguhnya Savitri yang paling tak beralasan. Dia memang senang belajar dan dapat nilai bagus aja, haha.

Sutan

Saya tuh sempat 'janji' sama diri sendiri nggak akan namain tokoh dengan nama Muhammad (karena pasaran wkwk) tapi pas nulis ini, kok kayaknya nama dia memang harus pakai Muhammad haha. Saya jarang menamai tokoh dengan 'serius' sampai arti dan turunannya dipertimbangkan, lebih sering se-feeling-nya aja. N.B. Saya sendiri nggak tahu siapa nama panjang Sutan yang asli.

Jo/Safa

Kalau yang ini... karena beliau (Jo aslinya) teman saya, jadi rasanya dari ketiga tokoh utama dialah yang wujud rekaannya paling mirip penampilan dan sifat betulannya. Tapi memang dia teman semua orang, sih. Ini juga tokoh yang paling dinantikan teman-teman sekelas di kampus dulu hahaha karena antara jurusan kami dan Biologi ada sejarah sama orang ini wkwk. Jo, kalau kamu baca ini, I hope you're doing well.

Asprak (Asisten Praktikum)

Khusus asprak, sebagiannya saya masukkan langsung ke dalam cerita, tanpa filter dan utak-atik seperti tiga tokoh sebelumnya. Kang Ujie memang pakar kupu-kupu dan Kang Bembi ahli burung. Kang Frankie--halo, Akang seatmate yang ngatain Liverpool, saya nggak akan lupa soal itu hahaha--juga betul mendalami ekosistem mangrove dan berasal dari Flores. Sisanya buatan, tapi tetap ada pengaruh dari asprak Ekum di zaman saya. Kenapa? Because I simply didn't know to NOT include them LOL. Semua asprak Ekum kayaknya memang berjasa dan berkesan buat kami.

Sayangnya nggak ada yang cinlok di angkatan saya hahaha. Di angkatan sebelumnya sampai ada dua orang yang nikah sama asprak, soalnya.

Kalau dua buku sebelumnya saya baru tulis behind-the-scene-nya berbulan-bulan kemudian, nggak tahu kenapa buat Sintas rasanya pengin cepat-cepat dituangkan di blog hehe. Sedikit latar belakang penulisannya juga ada yang saya bagikan di Instagram. Saya bersyukur sekali bisa berkesempatan menerbitkan buku ketiga di masa seperti sekarang, bersyukur Sintas dapat rumah yang percaya dengan kesintasannya, bersyukur dengan antusiasme banyak pihak dan apresiasi baik yang datang setelahnya. Jadi tambah semangat buat terus belajar untuk menulis lebih baik lagi.

Terima kasih sudah menyimak. Kalau mau, boleh sekalian mampir juga ke postingan lain :D I mostly post random stuffs besides book and writing info, kayak lagu yang saya lagi gemari atau desain-desain atau update lainnya. I hope you enjoyed this creative process and have a good day! Please stay safe always.

Desain pembatas bukunya :)

No comments:

Post a Comment