Monday, January 11, 2021

Reimagined Design II


Ganti judul, ah. Sebelumnya pakai kata redesign, tapi pas dipikir lagi--plus lihat-lihat referensi--kata reimagined jadi lebih pas. Ya, meski tiap saya ketik reimagined, saya jadi kepikiran Linkin Park (atau itu artinya pertanda bagus?).

Halo! Kalau kamu belum baca postingan sebelumnya, boleh banget dicek dulu sebelum lanjut baca yang ini. Jadi intinya saya lagi suka berandai-andai tentang alternatif kover buku dari novel-novel yang pernah saya baca. Dan, setelah dapat dorongan dari buku Hurufontipografi, here I am (and here it is).

Ternyata, setelah saya melanjutkan nulis pun, saya bisa menyempatkan diri buat ngerjain konsep desain ulang kover lagi :D Jadi, saya posting juga di sini. Tapi kali ini agak berbeda. Untuk dua kover berikut, saya mendesain ulang dengan cara mengambil kebalikan dari konsep kover originalnya. Lebih lengkapnya langsung aja kita bahas satu per satu di bawah ini.

PERSONAL PROJECT - BOOK COVER REIMAGINED PART TWO

#3 Garden Magic (Mita Miranti)

28107645. sx318
Kover versi original. Desainer dan ilustrator: Rio Siswono

Novel ini menuai pujian dari beberapa book blogger karena mengangkat dua topik lovable: garden architecture dan animal rescue! Sebagian pembaca juga terperangkap dalam second-lead syndrome (termasuk saya) di cerita ini. Kovernya sendiri menggambarkan ceritanya, yaitu bunga kana (Canna lily) atau bunga tasbih dan warna hijau lembut yang identik dengan daun/rumput. Ornamen di atas tulisan judulnya menambah kesan delicate. Saya suka warna background-nya nggak polos, tapi ada sedikit teksturnya. Barangkali karena konsepnya minimalis, nama penulisnya juga ikutan kecil.

Nah, karena kover originalnya cenderung minimalis dan berwarna terang, saya terpikir buat me-reimagined-nya menjadi maksimalis dan berwarna gelap! Warna ungu langsung masuk ide karena meski pembawaan ceritanya tenang, ada plot twist yang cukup mengejutkan! Mungkin ada sedikit glitter atau bling bling untuk menegaskan 'Magic'-nya, dan tentunya nama penulis harus berukuran lebih besar!

(Iya, tahu, banyak tanda serunya :P)

PROSES DESAIN

Cukup lama saya stuck di color palette karena meski ungu warna yang mudah masuk ke saya, undertone-nya harus tepat. Referensi floral-botanical book cover sebetulnya cukup banyak, tapi belum ada yang klik. Seperti biasa, saya berselancar dulu ke Pinterest untuk cari foto kebun bunga yang nantinya disaring jadi color palette di Coolors, dan baca-baca referensi.

Setelah dapat, saya lanjutkan ke typeface. Udah kebayang banget bakal pakai font serif yang tebal dan ber-swash, kalau bisa yang ada 'bola'-nya hehe. Dan alhamdulillah dapat yang sesuai. Dari situ langsung aja saya aplikasikan warna-warna dari color palette ke template kover buku, susun elemen botanical-nya, dan menambah glitter emas ke dalam teks judul. Awalnya saya cuma tulis judul dan nama pengarang, tapi rasanya kurang, jadi saya tambahkan teks 'sebuah novel' yang juga satu font dengn blurb. Lalu warna di punggung buku dibuat lebih terang biar ada variasi.

Penginnya sih, grafis bunga dan dedaunannya pakai ilustrasi custom, tapi ribet dan mahal haha. Lama pula kalau ngerjain sendiri. Lagian ini juga cuma iseng. Segini juga udah lumayan sesuai bayangan.

Inilah hasilnya.

Kover depan

Kover keseluruhan

Cukup 'kebalik' nggak, hasilnya? Semoga kesan twisty-nya dapet di kover ini. Semoga juga masih masuk genre Metropop/General Fiction-nya, haha. Takutnya nyerempet fantasi ^^" Walau sempat menyerah di awal karena nggak dapat warna dan komposisi yang diinginkan, syukurlah jadi juga. Rasanya lega.

#4 Notte (Dita Safitri)

36327996
Kover versi original. Desainer: Dyndha Hanjani P. 

Kalau yang di atas dari minimalis ke maksimalis, kayaknya cukup ketebak yang ini bakal kayak apa, hehe. Tapi sebetulnya lebih fokus dari surealis menjadi realistis (seperti ending-nya), sih. BTW, Dyndha Hanjani juga mendesain beberapa kover favorit saya dari Grasindo, terutama yang photo-based. Di kover original, beliau memadumadankan jembatan Porte Vecchio di Florence dengan elemen grafis lain yang dreamy (langit ungu, bulan raksasa) plus typface monoline script pada judul.

Tentunya, karena ceritanya sebagian besar berlatar di Italia, saya juga akan memasukkan penggambaran kota Florence. Untuk kebalikannya, foto yang dipakai nanti nggak difilter dan dimanipulasi, color palette akan lebih sederhana dan kalem, dan typeface-nya akan feminin karena ini novel romance. Satu lagi, tekstur. Kalau kover original menggunakan teknik photo manipulation, saya akan meng-kolase saja. Jadi batasnya tidak halus dan isinya bakal random yang kohesif (?) :D

Sama seperti buku sebelumnya, novel ini juga punya plot twist! Tipe yang semakin dibaca ke belakang, konfliknya semakin rumit, dan ceritanya semakin rame, lalu berakhir dengan... (no spoiler :P)

PROSES DESAIN

Membuat kolase itu... gimana, ya... dibilang gampang nggak, dibilang susah juga nggak. Apalagi kolase digital. Kalau manual kan, bisa ngerasain kertasnya gimana, tebal atau tipis, nempelnya gimana, dsb. Tapi enaknya kolase digital, tangan tetap bersih dan kalau salah tinggal ctrl + z haha.

Ketika saya memikirkan Florence, saya kepikiran 'elegan'... jadi kolase a la aesthetic anak zaman sekarang nggak akan saya pilih. Bakal beda juga vibe-nya sama ceritanya yang dewasa. Lihat-lihat referensi, gile, jago-jago bener orang, saya belum sanggup haha. Tapi tetap saya catat apa yang bikin kolase tingkat tinggi itu eye-catching dan bisa dianggap art yang layak dipajang di dinding, padahal kover buku.

Dari catatan itu, saya akhirnya ambil teknik kolase yang simpel, yang tinggal nyusun foto aja tanpa dimiring-miringin atau digunting. Tapi, biar nggak terlalu polos, tiap foto saya bentuk jajar genjang yang saling berlawanan, lalu ditumpuk, jadi kayak akordion. Foto apa aja yang dipakai? Ada patung David (karena dua tokoh utamanya mampir ke situ), bangunan di kota Florence, benang sulam (karena Ve wirausaha di bidang crafting), tangan cewek-cowok, bokeh lampu, juga berbagai warna dan tekstur kertas. Karena nggak difilter, saya pilih yang warna-warnanya bisa saling cocok. Paling satu sih, yang ada warna merahnya sendiri dan saya sempat mempertimbangkan mau ganti atau nggak, tapi biar gini dulu aja, deh. Nanti kalau berubah pikiran juga bakal saya ganti, hehe. Setelah itu saya bikin judul, nama penulis, dan blurb. Oh ya, tagline-nya saya pindahin ke belakang biar kover depannya tampak lebih minimalis.

Beginilah hasilnya.

Kover depan

Kover keseluruhan

OK, did I... pull it off? Haha. Mudah-mudahan aja, ya. Soalnya masih cupu soal per-kolase-an ini, tapi pengin nyoba juga. Ternyata kalau udah ngumpulin semua bahannya, ngerjainnya cepet banget, loh! Asal konsepnya udah betul-betul kebayang dan fotonya beresolusi tinggi. Agak bingungnya tuh pas nulis blurb, takut kekecilan. Akhirnya jadi dipenuhin aja sama teks.

Penutup

Saya nggak tahu yang lain gimana, tapi saya merasa desain buku lokal terutama novel berkembang pesat sejak maraknya booktwit dan bookstagram. Sebelumnya sudah banyak yang bagus, tapi sekarang para desainer lebih terbuka menampilkan portofolio mereka, malah ada yang dilengkapi behind-the-scene konsep sampai opsi 'dibuang sayang'. Keterbukaan ini selain membuka peluang juga mengedukasi pembaca bahwa mendesain kover itu nggak ngadi-ngadi, haha.

Cuma kayaknya yang ngetren saat ini masih ilustrasi, ya? Saya ingat ada beberapa akun booktwit/bookstagram yang bikin polling tentang kover buku (dan dilaksanakan beberapa tahun lalu), dan kebanyakan partisipan menjawab paling nggak suka kover yang ada foto orangnya. Mungkin itu salah satu alasan kenapa ilustrasi lebih digemari. Tapi banyak juga ternyata yang suka kover dengan gaya photo manipulation--terbukti pula dari banyaknya kover sejenis di Wattpad, haha--dan tipografi. Sejujurnya, untuk kover Notte, saya sedikit ragu seandainya betulan diajukan karena menggunakan foto sebagai bahan desainnya, meski bukan muka orang. Ya, mungkin efek tren ilustrasi ini. Malah ada yang jatuhnya sampai bikin vektor dari foto, kan.

Jadi, mending mendesain mengikuti tren, atau mengikuti maunya buku? Bagus dua-duanya sih, haha. Tapi kalau harus pilih salah satu, saya lebih baik mengikuti maunya buku. Apalagi kalau maunya buku sejalan dengan maunya penulis/editor, hehe. Nasib pasti tren adalah datang dan pergi, jadi siapa tahu desain kali ini justru jadi breakthrough buat tren selanjutnya? Biarin lah, muluk sedikit wkwk. Sebelum para desainer unggah hasil karyanya di Instagram, mereka juga pasti nggak nyangka bakal jadi 'mercusuar' buat tren kover buku di Indonesia. Mereka cuma melakukan yang terbaik.

Sebelum penutupnya makin kejauhan dan nggak jelas, saya sudahi dulu ya haha. Terima kasih sudah mampir. Kalau ada masukan, silakan tinggalkan di kolom komentar. Selamat berkegiatan lagi :D

N.B. kenapa saya merasa kover kali ini kayak perwujudan purple prose dan beige prose dalam bentuk desain sampul?

No comments:

Post a Comment