Monday, December 6, 2021

Reimagined Design III


Yap, kembali lagi dengan redesign saga yang ketiga. Di tengah—lagi-lagi—kebosanan, saya coba bikin dua kover novel dari penerbit KataDepan. Menariknya, satu buku terbit sebelum kepemimpinan redaksinya berganti, dan kita bisa lihat perbedaannya. Namun tentunya saya nggak akan bahas itu (oke, mungkin nyerempet sedikit). Proses desain dari masing-masing kover yang di-reimagined tetap jadi tema utama postingan ini. Hitung-hitung dokumentasi.

ANYWAY! Ada yang sudah baca Sintas? Kalau belum, bisa dibeli di toko buku, lokapasar, atau Gramdig. Mudah-mudahan berkenan dan suka. Kamu bisa membagi kesanmu di Goodreads, atau platform pribadi dan tag saya (nggak pun juga nggak apa-apa), dan sebarkan ke teman-teman! It'd help a lot, insya Allah. Saya nggak akan sampai sini kalau bukan karena pertolongan Tuhan yang mendatangkan para pembaca. Terima kasih (dan maaf promosi dulu, mumpung kamu baca. Hehe). Semua infonya bisa dicari di blog ini, kok.

Baik, langsung saja.

PERSONAL PROJECT - BOOK COVER REIMAGINED PART THREE

#5 Mari Jangan Saling Jatuh Cinta - Kiranada


Di atas, saya bilang saya me-redesign kover karena bosan, tapi buat yang ini lebih tepatnya saya me-redesign karena bosan menunggu. Saya prapesan novel ini dari tengah Mei kalau tidak salah, tapi sampai sekarang belum sampai-sampai juga. Jadi, daripada misuh, saya bayangkan saja seandainya saya belum tahu kover versi terbitnya seperti apa, lalu mulai membuatnya.

Novel ini awalnya tayang di Wattpad dan berhasil memenangkan The Wattys Award tahun 2020 kemarin. Saya sempat membaca nukilannya--untuk itu saya tertarik membeli karena ingin tahu cerita utuhnya. Saya suka atmosfernya lembut dan tenang, tokoh-tokohnya yang mudah mendapat simpati sejak halaman pertama, serta pembawaannya yang memakai tiga sudut pandang. Kita mungkin tahu Anya akan berakhir dengan siapa, tapi kita juga rela diombang-ambing antara Cipta dan Bagas. Saya rasa penulisnya memang punya sesuatu yang magis hingga bisa mempersembahkan cerita cinta sederhana yang bikin nagih ini.

Jujur saja, saya kaget lihat kover versi bukunya. Di Wattpad, penulis memakai foto sebagai latar belakang desain kovernya, ditambah typeface tulisan tangan yang sayangnya meski cantik tidak begitu readable. Nuansanya fotonya sendiri sesuai ceritanya. Di kover versi buku cetak, penerbit memilih line illustration dan tata letak yang simpel, dengan lowercase mendominasi. Tadinya saya malah mengira kovernya akan didesain penulisnya lagi, karena beliau juga seorang desainer kover buku. Ke-simpel-an ini berbanding terbalik dengan buku-buku KataDepan sebelum ganti redaksi, yang mirip dengan kover keluaran Gagas sekitar tahun 2012-2018. It's pretty, of course. Cuma jadi beda banget aja. Lagi pula, ada beberapa elemennya yang saya adopsi di reimagined ini.

PROSES DESAIN

Saya ingin mempertahankan konsep latar belakang yang berupa foto seperti di kover Wattpad-nya. Saat berselancar, saya menemukan foto nikahan cantik yang diselubungi butiran hujan serta kaca jendela kafe (?) membuat nuansa fotonya dreamy. Dari situ saya ambil salah satu bagiannya, kemudian saya olah dengan filter halftone dan sepia agar semakin mendekati vibe yang saya inginkan, sesuai kesan saya terhadap bukunya. Fotonya juga lebih digelapkan lagi biar teksnya masuk.

Buat teksnya, saya banyak terinspirasi dari buku berdesain kover tipografi besar-besar, mulai dari And She Was, This Song Will Save Your Life, sampai yang lokal punya, Selamat Datang, Cinta dan Tears In Heaven. Meski akhirnya nggak sebesar itu, maybe you can see the resemblance, too. Penggunaan full huruf kapital otomatis saya terapkan karena itu yang kebayang pertama, tapi begitu dicoba pakai lowercase, ternyata lebih pas kerning-nya. Lebih nyambung juga sama typeface yang script.

Kenapa warna kuning ngejreng? Karena selain cocok dan bikin judulnya kelihatan dari jauh, pengin aja ada warna yang stand out sebagai kontras. Biar lebih tegas juga "pesan tersembunyi" dari ceritanya hehe. Plus biar spine-nya punya warna yang beda. Pengerjaannya cukup cepat, bahkan mungkin yang tercepat dari reimagined kover lain. Alhamdulillah jadi lumayan terbayar kebosanan saya menunggu buku ini.

Hasilnya:

Kover depan

Kover keseluruhan

I hope you like it as much as I do! Saya puas sama hasilnya. Padahal sempat pesimistis juga waktu di tengah-tengah sampai matiin laptop, tapi pas saya buka file-nya lagi, eh, lumayan juga wkwk.

#6 A Day to Remember - Kireina Enno


Saya udah singgung soal pergantian kepemimpinan redaksi penerbit ini di pembukaan. Nah, kover ini salah satu yang terbit saat masih redaksi yang lama. Ada ciri khas Gagas-nya—yang memang saya cari setelah penerbit itu berubah haluan juga—dari desainnya yang kalem, kayak adem aja lihatnya. And honestly I wouldn't change a thing LOL. Terus kenapa di-reimagined? Karena saya belum baca terbitan KataDepan yang lain dan pengin coba seperti apa saya menginterpretasikan novel ini.

Pas ditilik, ternyata desainernya Dwi Annisa Anindhika, yang desain banyak kover Gagas juga haha. Waktu masih vote cover, saya sampai bingung pilih yang mana karena empat-empatnya bagus. Malah ada satu desain yang ambil jalur dark tapi masih kerasa musim gugurnya. Ckckck, mantap!

Kalau diperhatikan, color scheme-nya yang simpel (abu-abu dan jingga) melengkapi detail desain ini. Teks judul yang di-masking dengan tekstur sweter/fabric dan penempatannya yang dinamis, flow-nya yang enak diikuti seperti jatuhnya daun, sampai tagline yang kentara meski ukuran font-nya jauh lebih kecil dari yang lain. Memang, kertas putih yang ditimpa judul itu jadi seolah-olah desainnya pakai template (dan kenapa nggak dimasukkin aja judulnya ke kertas itu?) tapi nggak begitu kelihatan juga dari jauh.

PROSES DESAIN

Saya... sebetulnya kurang yakin sama yang ini. Ya, selain karena nggak mau dan nggak tahu mau diapain lagi dari desain originalnya, beberapa ide yang saya eksekusikan nggak muncul sesuai ekspektasi. Saya mau incorporate foto lagi, tapi dimanipulasi, cuma takut ketahuan jomplangnya. Mau ilustrasi, ilustrasi apa? Buatan sendiri? Bisa bikin apa saya? (lagi masanya nggak pede gambar, haha) Atau pakai tekstur aja kayak di atas, tapi ngambilnya lebih ke pattern?

Daripada terus mikir tanpa ujung, saya putuskan buat riset musim gugur di Wurzburg dulu. Ternyata, warna dominan yang saya dapat bukan jingga, tapi hijau. Hijau kebun anggur lebih tepatnya. Tempat itu juga jadi salah satu latar di buku ini, sih. Dan warna musim gugur memang nggak selalu jingga, kok. Di beberapa tempat mungkin lebih banyak ungunya dari bunga dan buah, ada juga yang cokelat dan abu-abu karena semua daunnya sudah meranggas. Cukup lama saya bertahan dengan konsep itu karenaaa saya diamkan project ini cukup lama hahaha. Sampai akhirnya minggu ini saya buka lagi dan memutuskan untuk batal memakai hijau monokrom dengan berbagai alasan.

Satu, saya lupa ini novel romance. Dua, skill set saya belum mencakup pembuatan desain monokrom yang menarik dan berdimensi—alias belum bisa bikinnya wkwk. Latarnya memang musim gugur, tapi bukan berarti nggak bisa colorful, kan? Akhirnya saya kembali ke jalur awal yaitu pattern, memakai warna-warna 'cinta' yang klasik (saya suka background mint green di sini yang bikin warna lain pop up!), dan memilih perpaduan font serif + lower case, melihat kover buku-buku karangan Cecilia Ahern atau Jojo Moyes yang vibes-nya senapas dengan cerita novel ini. Musim gugurnya? Ilustrasi grapevines. Tapi karena dedaunannya diganti motif bunga, jadi serasa buket hehe.

Hasilnya:

Kover depan

Kover keseluruhan

Sama seperti desain sebelumnya di atas, awalnya pun saya ragu. Namun setelah diperam lalu melihatnya lagi dengan pikiran segar dan baru, saya pikir, 'Ya, coba ganti satu-dua dulu.' Tapiii agak geser genre-nya nggak sih, kalau sedikit lebih formal begini? Takut dikira "literary" banget haha. Semoga tidak, ya. Walau memang tone ceritanya sendiri seperti cerita klasik ala Jane Austen, yang ini mudah dicerna dan berlatar waktu masa kini, jadi relatable juga.

Penutup

Dari proses redesign kali ini, saya belajar bahwa menunggu itu penting! Haha. Saat kita ragu karya kita layak atau tidak, coba disimpan dulu. Siapa tahu dalam masa fermentasi itu pikiran kita berkembang, dan kita bisa menilai lagi dengan lebih objektif. Kemudian, jenuh itu ternyata bisa bikin overthinking. Bisa saja yang kita buat nggak buruk-buruk amat, tapi karena udah keburu enek lihatnya, akhirnya seenaknya men-judge kita nggak bisa bikin sesuai visi kita. Padahal ya, siapa tahu kita memang bisa? Tinggal dipoles atau ditingkatkan lagi setelah terus-terusan belajar.

Apa dua kover ini baik menurut saya? I'd say it's not bad. Yang penting, saya puas membuatnya. Toh, comp ini bukan untuk dipresentasikan lagi ke editor dan desainer in-house penerbit *nyengir*. Mungkin saja yang kedua ditolak karena khawatir kurang sesuai ekspektasi genre dan kurang berelemen musim gugur. Perasaan saya sih, begitu. Syukurlah ini cuma pengobat kebosanan hehe.

Mungkin—mungkiiin—saya akan balik lagi dengan reimagined kover lain. Cuma entah kapan dieksekusinya, wkwk. Udah lama banget rasanya nggak main utak-atik begini, tapi sekalinya saya coba lagi, nyatanya jadi stress-relieving yang lumayan efektif. Next saya punya cita-cita mau bikin redesain kover yang pakai ilustrasi buatan saya sendiri, kalau sempat dan kuat hahaha (kebayang berapa waktu yang harus saya alokasikan dari lineart sampai coloring). Mudah-mudahan aja. Doain, ya (eh).

Semoga harimu menyenangkan, urusanmu dilancarkan, dan selalu jaga diri dan kesehatan, ya!

No comments:

Post a Comment