Wednesday, October 14, 2020

Pop Punk Post-2000s Edition (Part 2)

Gambar ulang Songpic-nya Voldemort - WithCon. Tapi males ngewarnainnya wkwk

Setelah menulis serba-serbi band pop punk kekinian yang baru saya temukan pada postingan ini, tentunya saya sudah berniat menulis bagian keduanya. Alasannya tak lain dan tak bukan adalah saya menemukan lebih banyak band keren lain. I CAN'T AFFORD TO GET INTO ANOTHER BAND, I KNOW. Tapi mau gimana lagi, emang beneran bagus, huhu.

Selain itu, saya juga di-mention salah satu mutual di Twitter yang bilang dia sudah baca bagian pertamanya dan jadi terinspirasi untuk mendengarkan iDKHOW padahal dia sudah pernah dengar sebelumnya. Dia juga bilang akan menunggu bagian duanya, jadi saya termotivasi. Hehe. Padahal saya yakin dia tahu lebih banyak dari saya secara lebih muda dan lebih gaul haha. Tapi saya sangat menghargai apresiasinya (appreciate the appreciation? Is that a word?) dan setidaknya jika memang dia sudah tahu semua, dia akan setuju dengan pilihan-pilihan saya ini.

Sekilas update dari band-band di bagian pertama: Waterparks meluncurkan album Fandom di 2019 dan Awsten BERAMBUT COKELAT di 2020, single mereka Lowkey As Hell baru aja tayang. With Confidence punya album yang aesthetic uwu sekali berjudul Love And Loathing, dan merch-nya gemes-gemes banget terutama beanie daisy dan sweternya! ONE OK ROCK memberikan album baru pula, sayangnya belum saya dengar semua, but Stand Out Fit In is such a bop with a beautiful message. Siapa lagi yang punya album? iDKHOW, dong! Dan dapat label! (Satu naungan dengan band yang mau saya bahas habis ini). Di masa pandemi ini, mereka sukses meluncurkan beberapa single dari album Razzmatazz, salah satunya Leave Me Alone (relatable AF ya, wkwk).

Langsung saja, inilah band pop punk pasca 2000-an yang sedang saya gemari:

1. As It Is

As It Is
Jujur, saya bingung mau pilih foto mereka yang mana saking beragamnya haha. Tapi akhirnya pasang yang ini aja deh, pas Ben masih muda banget dan rambutnya pendek xD (Sumberhttps://lovemusiclovelife.com/introducing-as-it-is/#more-22708)

Saya menempatkan band ini pada urutan pertama karena saya. Terobsesi. Dengan. Mereka. Titik. Cukup jelas, kan? Hahaha. Kayaknya mereka salah satu dari sedikit yang bikin saya jatuh cinta lagi dan lagi. Biar saya ungkap semua alasannya di sini, setelah saya cerita awal menemukan mereka.

Jadi, saya tahu As It Is pertama kali dari With Confidence karena Jayden dkk. tur bareng mereka. Sebagai bucinnya WithCon (plus waktu itu emang lagi suka-sukanya) saya kepo mereka dong, karena siapa tahu aja sealiran. Pas lihat laman Twitternya, terus lihat foto header-nya yang pada pakai jas, serta nama akunnya yang ditulis /\\\, saya langsung... err... gimana, ya, kayaknya bukan pop punk, deh. Tapi tulisannya begitu. Oke deh, saya coba buktikan dengan nonton video klip terbaru mereka waktu itu, Winter's Weather. Meluncurlah saya ke Youtube.

Jujur. Jujur nih, ya. Aneh banget. Begini musik pop punk mereka? Terus aktingnya juga agak corny gitu... dan siapa cowok rambut panjang kopiannya Jesse Eisenberg yang sok-sok ikutan nyanyi?

(Little did you know you'll be obsessed head-to-toe with them years later, Winter's Weather will be your favorite song from them, and Ben Langford-Biss will be your favorite member!)

Ya, sesuai sama lirik lagunya. I wear my curse, you wear my cure. Hahaha.

Karena udah ngerasa nggak klik, ya udah, tinggalin lah. Empat tahun kemudian (iya, emang lama! Haha) mereka meluncurkan album baru yang bikin perskenaan pop punk terguncang karena As It Is berubah haluan! They went reversed emo! Vokalisnya, Patty Walters (yang pernah jadi kover Rock Sound bareng Awsten Knight-nya Waterparks), mengubah penampilannya yang tadinya platinum blonde-piercing-senyum lebar menjadi berambut hitam-eyeliner-poni lempar. Gimana nggak gempar? Biasanya band yang tadinya emo jadi pop, ini justru kebalikannya.

Tentu saja saya ikut penasaran. Satu album saya lahap dalam sehari. Akhirnya, jatuh cintalah saya. Rasanya aneh sekaligus menyenangkan karena saya jarang tersenyum saat mendengarkan atau menonton video klip dan di album The Great Depression saya melakukannya. Some songs even gave me chills. Karena tabiat saya saat jatuh cinta adalah mencari tahu lebih banyak tentangnya, saya kembali pada dua album mereka sebelumnya yaitu okay. dan pastinya Never Happy Ever After. Saya lalu mendengarkan Dial Tones, lagu mereka yang paling populer. Kemudian Pretty Little Distance. No Way Out. Hey Rachel (nama adiknya Patty, so sweet banget lagu ini). My Oceans Were Lakes. Speak Soft. Soap. okay.. Austen. Still Remembering. The Coast Is Where Home Is. Patchwork Love. Concrete. Semua versi akustik dari lagu-lagu itu. Winter's Weather.

As It Is (band) | YDG Music Wikia | Fandom
Dari sini (Sumber: https://ydgmusic.fandom.com/wiki/As_It_Is_(band))

Reimagined standards – The Prowler
Ke sini. Ya, gimana nggak kaget, coba? Wkwk (Sumber: https://www.theprowlernews.org/reviews/music/2019/11/15/reimagined-standards/)

Saya selalu kagum dan terinspirasi dengan perjuangan band kesukaan saya, seperti WithCon, yang bisa meraih mimpi mereka dengan segenap usaha agar dapat membuka talenta mereka yang sesungguhnya. Begitupun saya pada As It Is. Tiap album aja punya aesthetic yang berbeda. Never Happy punya lagu-lagu andalan yang pop punk classic banget vibe-nya, okay. mengambil sound dan graphics dari zamannya Back to the Future, dan TGD tampil superberani dengan lebih banyak screamo yang saat diluncurkan bahkan melebihi band-band yang sudah terkenal dengan screamo-nya (halo BMTH, haha).

Buat saya mereka, apa ya, sebutannya... fearless. Kayak nama labelnya :P Patty dkk nggak segan buat mengeksplor banyak teknik dan genre tapi tetap membawa ciri khas mereka. Contohnya, setelah TGD keluar, mereka merilis lagi album Reimagined-nya, yaitu semua track di TGD tapi dalam genre yang berbeda-beda! Ada pop elektronik, jaz (JAZZ!), akustik, dan masih banyak lagi. Yang nggak suka? Ada. Tapi nggak lantas meminimalkan usaha mereka yang melebihi maksimal sampai memanjakan penggemarnya dengan dua album dalam satu tahun, haha.

Tiap anggota bandnya juga menyenangkan. Kalau lihat interview mereka, rasanya jadi pengin ikut keseruannya juga di sana (sok akrab haha). Seperti beberapa band lain, terdapat pergantian personel juga di As It Is, seperti yang bisa dilihat di foto di atas. Namun, tiap ganti member, mereka nggak pernah kasih tahu alasannya kenapa harus keluar. Kayak waktu Andy, gitarisnya, tiba-tiba nggak ada di video klip No Way Out dan fans jadi berspekulasi kenapa harus ditutupi kayak gitu. Katanya sih, perbedaan pendapat dan arah kreatif lagu-lagu mereka selanjutnya. Sama juga dengan waktu Ben keluar (BEEEEEN huhu) cuma dikasih tahu kalau mereka berat melepasnya tapi mau gimana lagi. Meski memang setelah dari As It Is Ben mengeluarkan album solo dengan nama bleak soul, tapi kayaknya gimanaaa gitu kalau di album As It Is selanjutnya nggak ada suara Ben lagi..........

Masih soal personel, sang frontman, Patty, ternyata dulunya cover artist di Youtube yang suka nge-vlog juga. Pas saya kepo dia di kanal Youtube pribadinya (yang sudah nggak update lagi dari... enam tahun lalu?) suaranya woyyy berkembang banget sekarang! Pantesan banyak yang bilang dulu dia agak nasally alias cempreng, tapi di album pertama langsung ketahuan bedanya. Fakta menarik lain: dia seorang straight edge! Another cool guy in the scene! Suka banget lihat pop punk versi modern ini, karena jadi lebih banyak yang aware soal lingkungan dan diri sendiri. Dia nggak pernah minum minuman keras, nggak pernah ngerokok, dan punya tato tanda silang (x) di lututnya sebagai komitmen itu.

When Patty dyed his hair and everyone lost their minds
BTW ini vibe-nya kover album Three Cheers-nya MCR banget, ya? (Sumber: https://twitter.com/i/moments/990649825329864704)

Satu lagi faktor yang bikin saya terhubung sama band ini adalah mereka mendengarkan band-band yang juga saya dengarkan saat masih remaja. Patty banyak meng-cover All Time Low (mana lagu-lagu favorit saya dari ATL lagi!) dan Ben tumbuh dengan Fall Out Boy, sampai Patty bilang ke dia, "Kamu suka banget band ini sampai punya semua albumnya." di games 'Guess the Band' waktu ditantang majalah Rock Sound. Kalau nggak salah saya juga tulis di bagian pertama, bahwa enaknya mendengarkan band yang anggotanya sebaya denganmu ya, seleranya bisa plek-plekan sama. Dan, sama kayak ATL yang tadinya cover band Blink-182, As It Is juga akhirnya tur bareng ATL! This full circle moment is really overwhelming but still awesome though LOL.

Writing-wise, saya belajar banyak dari lirik-liriknya. Kebanyakan lagu-lagu As It Is, terutama full album pertamanya, mengusung tema sedih, kecewa, dan realistic expression lain. Awal-awal saya meresapi maknanya, kok, nggak ada cahaya di ujung lorong atau apa lah yang menggambarkan optimisme, benar-benar raw feeling. Dan sekarang, dipikir-pikir lagi, benar juga. As It Is cuma menceritakan momen saat itu, immediacy yang membuat lirik-liriknya hidup. Soal hikmah atau sejenisnya, kita bisa menangkap lewat video klip, melodinya sendiri, atau ya... lihat saja ke dalam diri kita. Ea.

Hmmm... banyak, ya? Haha. Ya, namanya juga suka banget wkwk. Kalau belum pernah dengar mereka, please dicoba dulu. Banyak yang belum tahu, terus nggak sengaja dengar karena algoritma Youtube, tapi langsung bikin, 'Oke, boleh juga'. Nggak sedikit komentar yang saya baca tentang mereka seperti itu. Kayaknya kesalahan saya dulu karena suuzon duluan deh, haha. Yah, tapi ujung-ujungnya nge-fans juga, sih. Pesan saya sebelum pindah ke band nomor dua: dengarkan As It Is untuk pop punk yang lebih baik (NB: bisa mulai dari Winter's Weather dulu wekekek).

2. Simple Creatures

Blink 182's Mark Hoppus and All Time Low's Alex Gaskarth are the supergroup Simple Creatures
Dua orang ini kayak yang nggak tua-tua... (Sumber: https://www.nme.com/reviews/simple-creatures-everything-opposite-ep-review-2555441)

Mereka sendiri bilang genre musik ini trash pop. Namun, karena Alex Gaskarth dan Mark Hoppus sama-sama dari skena pop punk, saya masukkin sini aja, ya. Plus, di bagian pertama, saya masukkin iDKHOW yang juga terdiri dari dua orang dari band pop punk ternama, so... yeah.

Dan mereka boleh aja sih, melabeli jenis musik sendiri. Tapi semua nggak bisa pungkiri, suara All Time Low dan Blink-182 ada banget di lagu-lagunya! Paling kedengaran ya, di single Adrenaline, mulai dari intro, chorus, sampai liriknya juga berasa. Saya kurang paham teknis musik, mungkin karena itu juga mereka menjauh dari citra yang biasa melekat pada mereka--pop punk--apalagi dua-duanya sama-sama frontman dari band populer. NAH, kalau As It Is (alias Patty) yang awalnya suka nge-cover ATL, pasti sudah banyak yang tahu juga kalau All Time Low awalnya band cover Blink-182, dan sekarang Alex malah kerja sama dengan idolanya sendiri. Must be really wild! Kayaknya itu salah satu tingkatan perwujudan mimpi paling ultimate, haha.

Kalau dari sisi Mark sendiri, proyek Simple Creatures ini tercipta setelah dirinya sedang merasa jatuh-jatuhnya, padahal saat itu dia dan Blink baru aja sukses menggelar tur album teranyar, California. Katanya, rasanya kosong, gelap, nggak tahu mau ngapain, berat pokoknya. Mark malah sampai mengira dia nggak akan bangkit lagi. Istrinya, yang super-khawatir kondisi Mark bakal memburuk, menyarankannya untuk making music.

Dan ternyata itulah yang Mark butuhkan, kembali menciptakan sesuatu.

Mark langsung kepikiran Alex dan menghubunginya. Di titik ini, mereka memang sudah berteman, tapi kebayang dong bedanya diajak kerja sama oleh idola dengan jadi temannya doang? Yang tadinya seolah tak tergapai, banyak terinspirasi dari mereka, eh, bisa jadi sekarang malah Mark yang terinspirasi Alex.  Dari situ mereka brainstorming, bereksperimen, melakukan hal yang mereka sukai, dan taa daa, lahirlah Simple Creatures ini yang ternyata tidak sesimpel itu, hehe.


Literal DAAAAAADS (Sumber: https://www.rocksound.tv/features/read/track-by-track-simple-creatures-everything-opposite-ep-with-alex-gaskarth)

Rasanya banyak banget single banger yang sudah mereka keluarkan, padahal mereka cuma punya dua EP wkwk. Favorit saya yang sudah tadi saya sebut, Adrenaline. Nggak tahu kenapa nempel banget dan ngerasa kayak, gue banget. Ada juga Drug, Strange Love, Lucy (favorit lagiii), dan Thanks, I Hate It. Temanya nggak jauh-jauh dari yang biasa mereka tulis (cinta, ke-random-an, mental health), tapi justru itu yang membuatnya cepat dekat dengan pendengar (terutama yang memang udah stan mereka berdua). Tapi kalau belum pernah dengar ATL atau Blink dan lebih suka musik pop juga bisa menikmati lagu-lagunya, kok. Dan, sepertinya, Alex memulai songwriting yang cukup teknis dari sini. Album ATL terakhir, Wake Up Sunshine, katanya memang diramu lebih technical.

Kadang suka tebersit di pikiran saya, kalau seorang kreator--be it a writer, a musician, an artist--bertambah tua dan dewasa, apakah penting bagi mereka/kita untuk stay relevant? Sekuat apa pengaruh kosa kata terbaru dan tren yang sedang naik jika dimasukkan ke karya-karyanya? Atau justru ada sesuatu yang bersifat universal dan bisa dinikmati siapa pun dan kapan pun? Di satu sisi, saya merasa skena pop punk jadi salah satu yang nggak kenal arti menua, karena yang senior seperti Mark saja (yang anak laki-lakinya sendiri lebih suka pop electronic haha, padahal ayah kamu keren, tahu) masih bisa relate dan catch up meski dengan kalimat khasnya sendiri.

Itulah yang saya tangkap dari Simple Creatures, dan yang membuat saya mengerti mengapa mereka mengambil jalur trash pop. Secara musikal, mereka sudah matang. Namun, mereka tidak menjebak diri dengan apa yang pernah mereka lakukan--meskipun sukses keras--tapi nggak sok-sokan masuk ke ranah anak muda yang belasan tahun di bawah umur mereka. Mereka tahu cara menyeimbangkan musik yang 'mereka banget' tapi masih bisa dirasakan penggemar-penggemar baru. Butuh jam terbang, kedewasaan dalam menyikapinya, serta kerja keras yang diiringi passion. Wew, kedengaran wah dan mustahil, ya. Haha. Tapi kalau Alex dan Mark sanggup, mungkin, mungkin, kita bisa lah, setengahnya.

Satu lagi, fashion sense mereka di Simple Creatures keren banget! Ya, itu, menggabungkan yang kekinian dengan identitas mereka yang sudah melekat, dan jadinya cool effortless gitu. Serius deh, itu anaknya Mark masa nggak bangga sama bapaknya, sih? Yakin?

3. Set It Off

Selalu suka sama foto-foto keluarannya Rock Sound, HD dan estetik. (Sumber: https://www.rocksound.tv/news/read/set-it-off-frontman-cody-carson-let-people-write-us-off.-thats-fuel)

Ehm, begini. Sebenarnya saya nggak dengerin lagu mereka. Ya terus kenapa masuk rekomendasi? Sebelum ada fan SIO yang marah-marah karena saya nggak suka lagu-lagu mereka, saya jelaskan dulu kenapa band ini saya cantumkan di sini.

Sebentar, 'nggak suka?' Iya. Lagu mereka nggak ada yang masuk di saya. Suara vokalisnya, Cody Carson, meski banyak yang mengakui powerful dan unique buat saya biasa aja dan generik (tapi saya nggak ngerti apa-apa soal vokal, jadi jangan ditanggapi serius). Terus, masalah mereka pop punk, dibilang iya dibilang nggak, sih. Kadang terdengar terlalu pop sampai saya bingung di mana punk-nya, kadang malah beda genre sama sekali, melipir ke... entahlah. Jaz bukan, R&B bukan, bilangnya sih rock band cuma ya itu, nggak kerasa. Lagu yang saya kira temponya cepat malah lambat, dan yang saya sangka bakal pelan-pelan menyentuh eh, tahu-tahu jingkrak-jingkrak aja.

Sejujurnya, saya pengin banget suka sama band ini.

Makanya saya taruh dulu di postingan ini. Siapa tahu, suatu hari, pendapat saya berubah. Siapa tahu, tiba-tiba saya dapat pencerahan dan menikmati lagu-lagunya. Karena saya suka semua personel band-nya! Suka banget! Mereka menyenangkan, berasa teman padahal kenal juga nggak. Profesional, tapi bersahabat. Mereka selalu punya cara buat menggapai dan menghargai usaha-usaha penggemarnya, dan caranya selalu sweet. Terus, kalau mereka lagi ngumpul, kayaknya nggak pernah boring, gitu. Ada aja yang bikin ramai dan hangat dan ketawa, padahal ya, orangnya mereka-mereka doang. Nggak heran mereka menang penghargaan Fan Power Award 2019 dari Rock Sound.

Begitulah, saya juga pengin jadi bagian dari penggemar mereka dan diperlakukan manis kayak gitu. Sayangnya, yang baru saya suka cuma satu, Wolf In Sheep's Clothing, itu juga versi akustiknya.

Set It Off
Jadi bertiga mulai 2019 akhir kemarin. (Sumber: https://fearlessrecords.com/artists/set-it-off/)

Sebelum saya dengar lagu-lagunya, sesungguhnya saya menemukan video geje mereka dulu. Mereka suka unggah kegiatan semacam bikin kue (yang gagal total) atau baca surat penggemar di kanal Youtube mereka, dan dari situlah saya senang melihatnya. Kok bisa ya, mereka meluangkan waktu di antara jadwal tur buat bikin video fanservice--dalam arti positif--meskipun cuma jawab pertanyaan random dari fan dengan kualitas video yang baik (bonus suara Kellin Quinn yang bahkan waktu ngedumel aja pakai nada tinggi, haha. Lucu banget video itu)? Saya suka nonton video tur band-band kesukaan yang lain, tapi Set It Off bikin saya pengin ikut jadi kru mereka dan ngerasain keseruan bareng-bareng. Makanya beruntung banget fan-nya, bisa berinteraksi langsung dan otentik kayak gini.

Salah satu video fanservice favorit saya adalah waktu mereka memutar voice call dari penggemar. Jadi, sebelumnya mereka bikin wadah berupa nomor telepon yang bisa dihubungi agar penggemar mereka dapat bertanya, curhat, atau bilang apa pun ke SIO. Ada yang nggak bisa ngomong apa-apa begitu tersambung, ada yang histeris, ada yang minta saran (dan beneran dikasih!), ada yang cuma pengin bilang makasih karena musik mereka bikin hidupnya membaik. Respons mereka? Gold semua. Kayak, benar-benar tulus menghargai fan-nya. Duh, jadi iri, kan :P

Dan, karena udah suka banget sama kepribadian mereka, saya yang tadinya merasa nggak cocok maksa dengerin lagu mereka lagi mulai dari album pertama (yang MV-nya di gereja kultus gitu, rada random tapi banyak yang suka) sampai album Midnight yang bikin Cody berambut biru. Tetap sajaaa tidak bisa masuk di telinga :( padahal judul-judulnya menarik, kayak Dance With the Devil, tapi pas didengar kok tidak sesuai ekspektasi entah gimana. Ya sudahlah, mau gimana lagi wkwk

Namun, jangan sampai pendapat saya menghentikan kamu buat kepo band ini, ya. Serius, you'd be lucky to be their fan. Apalagi ada Maxx Danziger yang boyfriend material banget, hahaha.

Extra Info: Pop Punk Bands and Allegations

Oke, sebetulnya saya bisa tambah satu band lagi biar jadi empat kayak postingan sebelumnya. Tapi, saya belum nemu yang benar-benar bisa saya promosikan karena sudah dengar lagunya atau seenggaknya tahu member-member-nya. Alasan lainnya, saya ""mungkin"" sudah menemukan pop-punk band baru yang saya suka, tetapi sayangnya terhalang karena satu hal ini.

Di bagian pertama, saya cerita soal gitaris WithCon yang didepak karena terbukti melakukan pelecehan seksual pada anak dibawah umur. Di sini, Set It Off juga baru kehilangan satu member-nya yaitu Dan Clermont, yang disinyalir akibat tuduhan sexual misconduct yang juga penyebab dirinya hiatus sebelum mengundurkan diri. Band yang awalnya pengin saya masukkan ke daftar ini? Neverkept. Saya dengar satu lagunya di Spotify secara acak dan langsung suka, tapi sayangnya saya lalu diingatkan bahwa vokalisnya baru saja kena kasus serupa (saya bahkan baca utas dari korbannya di Twitter).

Sayang banget nggak sih, kalau kejadian ini masih ada aja di lingkungan yang 'katanya' aman, saling mendukung, dan mementingkan kesehatan fisik dan mental seperti lirik-lirik lagunya? Kayak, nggak selesai-selesai, gitu. Ada aja yang nge-spill, ada aja yang harus speak up sebelum si pelaku melakukan hal sama pada orang lain. Apa memang popularitas segitu membutakan?

Saya memang nggak pernah terlibat langsung di skena atau apa pun itu namanya, nonton konser aja belum pernah (haha, surprise, surprise) tapi sebagai penikmat karya-karya mereka, kita bisa kok, ikut berkontribusi buat menciptakan lingkungan penggemar yang aman. Caranya, dukunglah band yang memang berakhlak baik dan berniat baik. Ya, daripada pilih band yang musiknya cadas tapi personelnya akhlakless, mending band straight edge yang mengadvokasikan gaya hidup sehat dan tetap rock, kan? Jangan takut buat unstan. Sakit hati pasti, kecewa iya (masih ingat aja pas kejadian ke WithCon, huhu) dan bisa jadi ada perubahan sound di karya mereka selanjutnya. Tapi, di zaman sekarang, moral lebih diutamakan. Musik keren bisa dipelajari, tapi kepribadian baik perlu usaha yang konsisten dan pikiran yang terbuka buat learn-unlearn-relearn. Kalau dari sananya ndableg dan bengkeng, susah juga mau dikasih tahu, kayak Dorian Cooke dari Neverkept itu yang akhirnya meresahkan dan band-nya harus bubar. DAN bukan band dia aja, band yang diam saja padahal tahu kelakuan Dorian begitu, Sleep On It, jadi hiatus juga. Tuh, kan, jadi banyak yang dirugikan.

Saya cuma pengamat ala-ala jadi kalau ada yang salah, tolong koreksi saya, ya. Saya juga sebetulnya nggak ikut fandom atau apa, cuma dengerin aja dan kalau ada fun fact yang menurut saya menarik, anggap bonus. At the end of the day, it's just music, and they're just humans. Dan semoga kita semua terhindar dari hal keji dan mungkar.

Sekian buat pop-punk part two, entah nanti ada part 3 atau nggak, saya nggak bisa jamin haha. Masih pengin ngisi blog dengan tema lain juga, sih. Plus, saya sedang mengerjakan naskah yang sekarang tayang di Storial sebagai cerita premium, Menanti Mentari (lihat side bar! Hehe). Jangan sungkan buat mampir dan baca, ya! Saya mau nge-jam Winter's Weather dulu di kamar, hahaha.

No comments:

Post a Comment